Apa itu arti darah itu merah jendral

Satu hari di bulan September pertengahan tahun 80an. Waktu itu, aku masih kelas 5 SD. Semua siswa SD Negeri Kramas I dan II, dari kelas 1 s.d 6, dikomando Kepala Sekolah dan guru-guru mendatangi balai kelurahan. Balai yang hari-hari biasa digunakan untuk rembug desa dan pertunjukan kesenian, hari itu disulap menjadi gedung bioskop. Ventilasi dan jendela pada ditutup koran biar ruangan gelap. Di depan ada layar, dan di tengah-tengah ruangan ada alat aneh yang dikemudian hari aku ketahui bernama proyektor. Ada sound system yang berbunyi menggelegar ketika Pak Kepala Sekolah menyampaikan sambutan. Kami semua duduk lesehan dan diperintahkan untuk tidak gaduh.


Acara utama hari itu adalah menonton film, judulnya aneh tapi juga kesannya serem: Pengkhianatan G30S/PKI. Khusus buat kami siswa kelas 4 s.d 6, tugas yang diberikan lebih berat, karena kami wajib membuat semacam tulisan untuk menceritakan kembali film yang kami tonton itu.

Pak Kepala Sekolah selesai sambutan, lampu dimatikan, ruangan gelap, dan film horor itupun mulai diputar. Selama lebih dari 3,5 jam, kami anak-anak bau kencur yang belum juga genap berumur 12 tahun disuguhi adegan-adegan mengerikan, dar der dor, penuh kekerasan dan ceceran darah di sana sini yang entah kenapa kok mulus aja nggak kena gunting Badan Sensor Film. Teman-temanku, terutama cewek, banyak yang menjerit ketakutan sambil menutup mata setiap kali adegan penyiksaan dan penembakan para jenderal ditayangkan. Kami jadi serba salah. Nggak tahan nonton tuh film, tapi mau keluar juga takut sama Pak Guru. Dan, ketika film itu usai diputar, kamipun keluar balai kelurahan dengan perasaan lega. Siksaan berakhir, meski kulihat beberapa teman masih kelihatan pucat mukanya.

Terus terang, buat aku, film itu bikin trauma dan trauma itu nggak benar-benar hilang sampai sekarang. Apalagi setiap tanggal 30 September tuh film pasti diputar di satu-satunya sarana hiburan yang kita punya, TVRI. Anda yang melewati masa kanak-kanak dan remaja atau penonton setia TVRI dari pertengahan tahun 80an sampai akhir 90an ketika Suharto akhirnya lengser, pasti akrab dengan adegan-adegan khas ala film G30S/PKI itu. Buat aku, yang paling kuingat tuh ada adegan close up mulut yang menenuhi layar, dan dari tuh mulut keluar asap rokok.

Kalau kata-kata, yang paling kuingat adalah si tokoh PKI yang paling suka menyapa temannya dengan sebutan “kawan”, atau quotasi abadi “darah itu merah, Jendralll!”. Musiknya juga mencekam. Paling bikin aku ngeri tuh kalau sudah sampai adegan pas pasukan Cakrabirawa meloncat turun dari truk nyamperin rumah Jenderal-jenderal yang dijadikan target, pakai gerakan lambat, dengan iringan musik yang khas. Mana kalau diputar di TVRI, adegan itu muncul pas jamnya udah malam abis Dunia Dalam Berita. Selalu jadi dilema, mau terusin nonton ngeri, mau dimatiin tuh tivi satu-satunya hiburan yang kita punya. Andai saja waktu itu udah ada Melati untuk Marvel, meskipun Gw najis banget nontonnya, Gw bakalan milih tuh sinetron sampah.
Kalau tujuan film itu untuk nakut-nakutin dan bikin trauma anak kecil, tuh film berhasil banget. Nggak ada hepi-hepinya deh nonton tuh film. Satu-satunya cerita indah adalah ketika Pak Guru membagikan nilai dari tugas untuk menceritakan kembali film Pengkhinatan G30S/PKI yang kami dipaksa nonton dibalai kelurahan sebagaimana kuceritakan di awal tulisan ini. Aku dapat nilai 90 (kayaknya itu nilai tertinggi di kelas), boleh jadi karena di alenia terakhir kutulis begini: “Pemberontakan G30S membuktikan bahwa PKI sangat licik. Untunglah ada Bapak Suharto yang dengan gagah berani mampu menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh PKI tersebut”.

Komentar

Postingan Populer